Sistem bisnis buy now pay later (BNPL) kian marak di Indonesia. Sejumlah penyedia jasa keuangan mulai mengembangkan
sistem pembayaran baru ini. Hanya saja, dalam perkembangannya, hal ini butuh pengawasan yang ketat.
Anggota Komisi XI DPR-RI Puteri Anetta Komarudin menyebutkan OJK harus terus memperkuat pengawasannya terhadap sistem layanan keuangan baru tersebut. Masalahnya, mulai ada beberapa aduan mengenai paylater tersebut.
Dia mencontohkan kasus pengaduan mengenai PT Commerce Finance atau Shopee Paylater (Spyalater). Aduan ini merupakan keluhan dari masyarakat dimana jika didiamkan maka akan lebih banyak lagi yang menjadi korban.
Puteri menyebutkn penyelenggara pendanaan daring perlu semakin memperketat dalam penilaian kelayakan pendanaan dan menjamin perlindungan data pribadi konsumen.
Menurutnya, hal tersebut sesuai Pasal 47 ayat 1 POJK Nomor 10 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Bersama Teknologi Informasi yang secara tegas mengatur agar Penyelenggara wajib memperoleh persetujuan dari pemilik Data Pribadi untuk memperoleh dan menggunakan Data Pribadi.
Ia menegaskan jika OJK harus bisa lebih proaktif dalam menghadapi persoalan seperti ini. Salah satunya melalui dengan memberikan sanksi.
Mitigasi Risiko
Puteri juga berharap OJK dapat mengevaluasi sistem mitigasi risiko dan keamanan dari setiap penyelenggara pendanaan daring. Sehingga nantinya diketahui entitas mana saja yang tingkat keamanannya lemah dan perlu segera ditingkatkan. “Supaya kejadian seperti ini tidak terulang kembali di kemudian hari,” tandasnya.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman mengaku telah beberapa kali melakukan pemanggilan terhadap SPaylater. Sayangnya, ia tak menyebutkan hasil dari pertemuan tersebut.
Agusman hanya bilang pihaknya meminta anak usaha dari Shopee di bawah naungan Sea Group ini untuk memperkuat internal dispute resolution. Ditambah, OJK meminta Spaylater meneliti akar masalah dari sisi internal maupun eksternal perusahaan terkait banyaknya pengaduan yang diterima OJK. “Termasuk kelemahan atas proses bisnis yang ada,” ujar Agusma dalam keterangannya, Rabu (2/4).